Makalah Perkembangan Pers di Indonesia
PERKEMBANGAN
PERS DI INDONESIA
Disusun oleh :
Iis Suryani
PEMERINTAHAN KABUPATEN
CIAMIS
DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 PANAWANGAN
2010/2011
Perkembangan Pers di
Indonesia
Sejarah
perkembangan pers di Indonesia dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu
sejarah pers nasional, sejarah pers nasional, sejarah pers kolonial, dan
sejarah pers Cina.
Pers nasional adalah surat kabar dan majalah dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah bahkan bahasa Belanda yang ditujukan terutama bagi bangsa Indonesia.
Pers kolonial diusahakan oleh orang-orang Belanda dalam bahasa Belanda, Indonesia, maupun daerah yang bertujuan demi kepentingan kolonialis Belanda.
Pers Cina adalah surat kabar dan majalah yang diterbitkan oleh golongan Cina dalam bahasa Cina, Indonesia, dan Belanda.
A. Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC.
Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan
Pers nasional adalah surat kabar dan majalah dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah bahkan bahasa Belanda yang ditujukan terutama bagi bangsa Indonesia.
Pers kolonial diusahakan oleh orang-orang Belanda dalam bahasa Belanda, Indonesia, maupun daerah yang bertujuan demi kepentingan kolonialis Belanda.
Pers Cina adalah surat kabar dan majalah yang diterbitkan oleh golongan Cina dalam bahasa Cina, Indonesia, dan Belanda.
A. Masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1615 atas perintah Jan Pieterzoon Coen, yang kemudian pada tahun 1619 menjadi Gubernur Jenderal VOC, diterbitkan “Memories der Nouvelles”, yang ditulis dengan tangan. Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa “surat kabar” pertama di Indonesia ialah suatu penerbitan pemerintah VOC.
Pada Maret 1688, tiba mesin cetak pertama di Indonesia dari negeri Belanda. Atas intruksi pemerintah, diterbitkan surat kabar tercetak pertama dan dalam nomor perkenalannya dimuat ketentuan-ketentuan perjanjian antara Belanda dengan Sultan Makassar. Setelah surat kabar pertama kemudian terbitlah surat kabar yang diusahakan oleh pemilik percetakan-percetakan di beberapa tempat di Jawa. Surat kabar tersebut lebih berbentuk koran iklan
Ciri-Ciri pers pada
masa belanda :
v Dibatasi dan Diancam dengan Kitab
Undang- Undang Hukum Pidana
v Persbreidel Ordonantie
v Haatzai Artikelen
v Kontrol yang Keras Terhadap Pers
B. Masa Pendudukan Jepang
Pada masa ini, surat kabar-surat kabar Indonesia yang semula berusaha dan berdiri sendiri dipaksa bergabung menjadi satu, dan segala bidang usahanya disesuaikan dengan rencana-rencana serta tujuan-tujuan tentara Jepang untuk memenangkan apa yang mereka namakan “Dai Toa Senso” atau Perang Asia Timur Raya. Dengan demikian, di zaman pendudukan Jepang pers merupakan alat Jepang. Kabar-kabar dan karangan-karangan yang dimuat hanyalah pro-Jepang semata.
Ciri-Ciri Pers pada Masa Jepang :
v Penekanan
Terhadap Pers Indonesia
v Bersifat
fasis memanfaatkan instrumen untuk
menegakan kekusaan pemerintahannya
C. Masa Revolusi Fisik
Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan.
Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
Peranan yang telah dilakukan oleh pers kita di saat-saat proklamasi kemerdekaan dicetuskan, dengan sendirinya sejalan dengan perjuangan rakyat Indonesia. Bahkan tidak sedikit dari para wartawan yang langsung turut serta dalam usaha-usaha proklamasi. Semboyan “Sekali Merdeka Tetap Merdeka” menjadi pegangan teguh bagi para wartawan.
Periode tahun 1945 sampai 1949 yang biasa dinamakan periode “revolusi fisik”, membawa coraknya tersendiri dalam sifat dan fungsi pers kita. Dalam periode ini pers kita dapat digolongkan ke dalam dua kategori, yaitu pertama, pers yang terbit dan diusahakan di daerah yang dikuasai oleh pendudukan sekutu, kemudian Belanda, dan kedua pers yang terbit diusahakan di daerah yang dikuasai oleh RI yang kemudian turut bergerilya.
Ciri-Ciri Pers
Masa Revolusi:
v Hubungan Pemerintah dan Pers Terjalin Baik
v Pers Harus
Menjaga Kepentingan Publik
v Pembatasan Pers
D. Masa Demokrasi Liberal
Dalam aksi-aksi ini peranan yang telah dilakukan oleh pers republik sangat besar. Republik Indonesia Serikat yang tidak sesuai dengan keinginan rakyat akhirnya bubar dengan terbentuknya kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1950.
Pada masa ini untuk memperoleh pengaruh dan dukungan pendapat umum, pers kita yang pada umumnya mewakili aliran-aliran politik yang saling bertentangan, menyalahgunakan kebebasan pers (freedom of the press), yang kadang-kadang melampaui batas-batas kesopanan.
Ciri-Ciiri per Masa
Demokrasi Liberal
v Memberi Perlindungan yang Keras Terhadap Pers
Namun dalam Prakteknya Tidak
v Pembatasan Terhadap Pers
v Adanya Tindakan Antipers
E. Masa Demokrasi Terpimpin
Periode yang terjadi pada masa demokrasi terpimpin sering disebut sebagai zaman Orde Lama. Periode ini terjadi saat terbentuknya Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Soekarno, sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga meletusnya Gerakan 30 September 1965.
Ciri-Ciri Pers Masa
Demokrasi Terpimpin
v Tidak Adanya Kebebasan Pers
v Adanya Ketegasan Terhadap Pers
v Pemerintah Mengontrol Setiap Kegiatan Pers
F. Masa Orde Baru
Ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan di segala bidang, kehidupan pers kita pun mengalami perubahan dengan sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan masyarakat di mana pers itu bergerak. Pers sebagai sarana penerangan/komunikasi merupakan salah satu alat yang vital dalam proses pembangunan.
Pada masa Orde Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers pada masa-masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak asasinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Ciri-Ciri Pers Masa Orde Baru
v Kebebasan Terhadap Pers
v Pers Masa itu Sangat Buram
v Berkembangnya Dunia Pers
G. Masa Reformasi
Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang harus disyukuri ialah pers yang bebas. Pemerintahan Presiden Habibie mempunyai andil besar dalam melepaskan kebebasan pers, sekalipun barangkali kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai presiden.
Ciri-Ciri Pers Masa Reformasi
v Kebebasan Mengeluarkan Pendapat
(Pers adalah Hak Asasi Manusia)
v Wartawan Mempunyai Hak Tolak
v Penerbit Wajib Memiliki SIUPP
v Perusahaan Pers Tidak Lagi Melibatkan Diri ke Departemen Penerangan untuk
Mendapat SIUPP
Pers Indonesia dari Masa ke Masa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada masa sekarang dan dahulu kebebasan pers sangat berbeda. Secara
umum, orang sering menyamakan antara pers dengan jurnalistik. Oleh untuk itu
perlu ditelusuri sejarah jurnalistik terlebih dahulu.
Pers di Indonesia juga memiliki
undang – undang yang mengatur tentang kebebasan pers. Undang – undang kebebasan
pers tersebut tertera di dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
pasal 4 di dalam ayat 1 disebutkan bahwa kemerdekaan pers dijamin sebagai hak
asasi warga negara, ayat kedua bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan
penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran, ayat ketiga bahwa untuk
menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan
menyebarluaskan gagasan dan informasi dan ayat keempat bahwa dalam
mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai Hak Tolak
bahkan dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 disebutkan antara lain dalam pasal
28F bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi
untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk
mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Oleh sebab itu, pers di
Indonesia sangat dijamin karena memiliki hak asasi sebagai warga negara.
Hubungan pers era reformasi berlangsung dinamis, 21 Mei 1998 Indonesia
meninggalkan gaya lamanya reformasi. Sifatnya kritis terhadap penguasa dan
hal-hal yang terjadi di masyarakat . Dan juga lebih mempunyai kebebasan
ekspresi dalam arti harus bisa memainkan peran penting dalam menggerakan Sumber
Daya Alam, dan membawa masyarakat selalu berfikir ke arah perubahan.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Pers ?
2. Fungsi Pers ?
3. Perkembangan Pers di Indonesia ?
1. Pengertian Pers ?
2. Fungsi Pers ?
3. Perkembangan Pers di Indonesia ?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pers
Asal kata jurnalistik itu sendiri adalah Journal atau Du Jour yang
berarti hari, di mana segala berita atau warga sehari termuat dalam lembaran
yang tercetak. Karenanya kemajuan teknologi sehingga ditemukan alat percetakan
surat kabar dengan sistem silinder (rotasi), maka istilah pers muncul.
Secara etimologis, kata pers dalam bahasa
Belanda, atau perss dalam bahasa Inggris, berasal
dari bahasa Latin, yaitu pressaredari kata
premere yang berarti tekan atau
cetak. Dalam pengertian umum, hal ini sesuai dengan apa
yang dikatakan I.Taufik dalam bukunya Sejarah dan Perkembangan Pers
di Indonesia. Menurutnya, pers adalah suatu alat yang terdiri dari
dua lembar besi atau baja yang di antara kedua lembar tersebut dapat diletakkan
suatu barang (kertas), sehingga apa yang hendak ditulis atau digambar akan
tampak pada kertas tersebut dengan cara menekannya.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 13 disebutkan bahwa pers memiliki dua arti, yaitu arti luas da arti sempit. Dalam arti luas, pers adalah seluruh media baik elektronik maupun cetak yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, ulasan, laporan, dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Dalam arti sempit, pers hanya terbatas media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, bulletin dan majalah. Secara yuridis formal, pengertian pers disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang pers yang menjelaskan bahwa “pers adalah lembaga sosila dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, suara dan gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis jalur yang tersedia”.
Dalam Ensiklopedia Nasional Indonesia jilid 13 disebutkan bahwa pers memiliki dua arti, yaitu arti luas da arti sempit. Dalam arti luas, pers adalah seluruh media baik elektronik maupun cetak yang menyampaikan laporan dalam bentuk fakta, ulasan, laporan, dan gambar kepada masyarakat luas secara regular. Dalam arti sempit, pers hanya terbatas media cetak seperti surat kabar harian, surat kabar mingguan, bulletin dan majalah. Secara yuridis formal, pengertian pers disebutkan dalam pasal 1 ayat (1) UU No.40 tahun 1999 tentang pers yang menjelaskan bahwa “pers adalah lembaga sosila dan wahana komunikasi massa yang melakukan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, suara dan gambar, data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, elektronik, dan segala jenis jalur yang tersedia”.
B.Fungsi Pers
Dalam bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa “Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, “Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Empat fungsi pers secara lebih jelas sebagai berikut :
1. Informasi (to inform)
Fungsi Pers sebagai media informasi adalah sarana untuk menyampaikan informasi secepatnya kepada masyarakat luas. Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap, perasaan manusia bisa disebarkan melalui pers.
Penyampaian informasi tersebut dengan ketentuan bahwa informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual, menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis.
2. Pendidikan (to educated)Dalam bab II pasal 3 ayat (1) UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers disebutkan bahwa “Pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.” Sedangkan pada ayat (2) disebutkan bahwa, “Pers nasional dapat berfungsi sebagai lembaga ekonomi. Empat fungsi pers secara lebih jelas sebagai berikut :
1. Informasi (to inform)
Fungsi Pers sebagai media informasi adalah sarana untuk menyampaikan informasi secepatnya kepada masyarakat luas. Berbagai keinginan, aspirasi, pendapat, sikap, perasaan manusia bisa disebarkan melalui pers.
Penyampaian informasi tersebut dengan ketentuan bahwa informasi yang disampaikan harus memenuhi kriteria dasar yaitu aktual, akurat, faktual, menarik, penting benar, lengkap, jelas, jujur, adil, berimbang, relevan, bermanfaat, dan etis.
Fungsi penidikan ini antara lain membedakan pers sebagai lembaga kemasyarakatan dengan lembaga kemasyarakatan yang lain. Sebagai lembaga ekonomi, pers memang dituntut berorientasi komersial untuk memperoleh keuntungan finansial.
Pers sebagai media pendidikan ini mencakup semua sektor kehidupan baik ekonomi, politik, sosial, maupun budaya. Pers memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan politik sehingga masyarakat memahami model Pilkada yang baru kali pertama digelar.
3. Hiburan (to entertaint)
Sebagai media hiburan, pers harus mampu memerankan dirinya sebagai wahana rekreasi yang menyenangkan sekaligus yang menyehatkan bagi semua lapisan masyarakat.
Hiburan disini bukan dalam arti menyajikan tulisan-tulisan atau informasi-informasi mengenai jnis-jenis hiburan yang disenangi masyarakat. Akan tetapi menghibur dalam arti menarik pembaca dengan menyuguhkan hal-hal yang ringan di antara sekian banyak informasi berita yang berat dan serius.
4. Kontrol Sosial (Social control)
Pers sebagai alat kontrol sosial adalah menyampaikan (memberitakan)
peristiwa buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi
aturan, supaya peristiwa buruk tersebut tidak terulang lagi. Selain itu
kesadaran berbuat baik serta mentaati peraturan semakin inggi, Hal ini juga
demin menegakkan kebenaran dan keadilan.
Dengan fungsi kontrol sosial yang dimilikinya tersebut pers disebut sebagai institusi sosial yang tak pernah tidur.
C. Perkembangan Pers di Indonesia
1. Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad 19)
Era kolonial memiliki batasan hingga akhir abad 19. Pada mulanya pemerintahan kolonial Belanda menerbitkan surat kabar berbahsa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah.
Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.
Dengan fungsi kontrol sosial yang dimilikinya tersebut pers disebut sebagai institusi sosial yang tak pernah tidur.
C. Perkembangan Pers di Indonesia
1. Pers di Era Kolonial (tahun 1744 sampai awal abad 19)
Era kolonial memiliki batasan hingga akhir abad 19. Pada mulanya pemerintahan kolonial Belanda menerbitkan surat kabar berbahsa belanda kemudian masyarakat Indo Raya dan Cian juga menerbitkan suratkabar dalam bahasa Belanda, Cina dan bahasa daerah.
Dalam era ini dapat diketahui bahwa Bataviasche Nuvelles en politique Raisonnementen yang terbit pada Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) merupakan surat kabar pertama di Indonesia. Namun pada Juni 1776 surat kabar ini dibredel. Sampai pertengahan abad 19, setidaknya ada 30 surat kabar yang dterbitkan dalam bahasa Belanda, 27 suratkabar berbahasa Indonesia dan satu surat kabar berbahasa Jawa.
2. Pers di masa Penjajahan Jepang (1942 - 1945)
Era ini berlangsung dari 1942 hingga 1945. orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara.
Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu: Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, Tjahaya di Bandung
Era ini berlangsung dari 1942 hingga 1945. orang-orang surat kabar (pers) Indonesia banyak yang berjuang tidak dengan ketajaman penanya melainkan dengan jalan lain seperti organisasi keagamaan , pendidikan dan politik. Hal ini menunjukkan bahwa di masa Jepang pers Indonesia tertekan. Surat kabar yang beredar pada zaman penjajahan Belanda dilarang beredar. Pada era ini pers Indonesia mengalami kemajuan dalam hal teknis namun juga mulai diberlakukannya izin penerbitan pers.
Selain itu Jepang juga mendirikan Jawa Shinbun Kai dan cabang kantor berita Domei dengan menggabungkan dua kantor berita yang ada di Indonesia yakni Aneta dan Antara.
Selama masa ini, terbit beberapa media (harian), yaitu: Asia Raya di Jakarta, Sinar Baru di Semarang, Suara Asia di Surabaya, Tjahaya di Bandung
3. Pers dimasa Orde Lama atau Pers Terpimpin
(1957 - 1965)
Lebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
4. Pers di era demokrasi Pancasila dan Orde lamaLebih kurang 10 hari setelah Dekrit Presiden RI menyatakan kembali ke UUD 1945, tindakan tekanan pers terus berlangsung, yaitu pembredelan terhadap kantor berita PIA dan surat kabar Republik, Pedoman, Berita Indonesia, dan Sin Po dilakukan oleh penguasa perang Jakarta. Hal ini tercermin dari pidato Menteri Muda Penerangan Maladi dalam menyambut HUT Proklamasi Kemerdckaan RI ke-14, antara lain: “Hak kebebasan individu disesuaikan dengan hak kolektif seluruh bangsa dalam melaksanakan kedaulatan rakyat. Hak berpikir, menyatakan pendapat, dan memperoleh penghasilan sebagaimana dijamin UUD 1945 harus ada batasnya: keamanan negara, kepentingan bangsa, moral dan kepribadian Indonesia, serta tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa”.
Awal tahun 1960 penekanan kebebasan pers diawali dengan peringatan Menteri Muda Maladi bahwa “langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah, dan kantor-kantor berita yang tidak menaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional”. Masih tahun 1960 penguasa perang mulai mengenakan sanksi-sanksi perizinan terhadap pers.
Tahun 1964 kondisi kebebasan pers makin buruk: digambarkan oleh E.C. Smith dengan mengutip dari Army Handbook bahwa Kementerian Penerangan dan badan-badannya mengontrol semua kegiatan pers. Perubahan ada hampir tidak lebih sekedar perubahan sumber wewenang, karena sensor tetap ketat dan dilakukan secara sepihak.
Awal masa kepemimpinan pemerintahan Orde Baru bahwa akan membuang jauh-jauh praktik demokrasi terpimpin dan mengganti demokrasi Pancasila. Pernyataan ini membuat semua tokoh bangsa Indonesia menyambut dengan antusias sehingga lahirlah istilah pers Pancasila.
Pemerintah Orde Baru sangat menekankan pentingnya pemahaman tentang pers pancasila. Dalam rumusan Sidang Pleno XXV Dewan Pers (Desember 1984), pers pancasila adalah pers Indonesia dalam arti pers yang orientasi, sikap dan tingkab lakunya didasarkan nilai-nilai pancasila dan UUD’45 Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi yang benar dan objektif, penyalur aspirasi rakyat dan kontrol sosial yang konstruktif.
Masa “bulan madu” antara pers dan pemerintah ketika dipermanis dengan keluarnya Undang-Undang Pokok Pers (UUPP) Nomor II tahun 1966, yang dijamin tidak ada sensor dan pembredelan, serta penegasan bahwa setiap warga negara mempunyai hak untuk menerbitkan pers yang bersifat kolektif dan tidak diperlukan surat ijin terbit. Kemesraan ini hanya berlangsung kurang lebih delapan tahun karena sejak terjadinya “Peristiwa Malari” (Peristiwa Lima Belas Januari 1974), kebebasan pers mengalami set-back (kembali seperti zaman Orde Lama).
5. Pers di masa pasca Reformasi
Pada tanggal 21 Mei 1998 orde baru tumbang dan mulailah era reformasi. Tuntutan reformasi bergema ke semua sektor kehidupan, termasuk sektor kehidupan pers. Selama rezim orde lama dan ditambah dengan 32 tahun di bawah rezim orde baru, pers Indonesia tidak berdaya karena senantiasa ada di bawah bayang-bayang ancaman pencabutah surat izin terbit.
Sejak masa reformasi tahun 1998, pers nasional kembali menikmati kebebasan pers. Hal ini sejalan dengan alam reformasi, keterbukaan, dan demokrasi yang diperjuangkan rakyat Indonesia. Akibatnya, awal reformasi banyak bermunculan penerbitan pers atau koran, majalah, atau tabloid baru. Di Era reformasi pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers. Hal ini disambut gembira dikalangan pers, karena tercatat beberapa kemajuan penting dibanding dengan undang-undang sebelumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pers (UUPP).
Dalam Undang-Undang ini, dengan tegas dijamin adanya kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara (pasal 4). Itulah sebabnya mengapa tidak lagi disinggung perlu tidaknya surat ijin terbit, yaitu terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan, dan pelarangan penyiaran sebagaimana tercantum dalam pasal 4 ayat 2.
Pada masa reformasi, Undang-Undang tentang pers No. 40 1999, maka pers
nasional melaksanakan peranan sebagai berikut:
- Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan informasi.
- Menegakkan nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum dan hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.
- Mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
- Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
- Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan
mempunyai hak tolak. Tujuannya agar wartawan dapat melindungi sumber informasi,
dengan cara menolak menyebutkan identitas sumber informasi. Hal ini digunakan
jika wartawan dimintai keterangan pejabat penyidik atau dimintai mnejadi saksi
di pengadilan.
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
Media adalah suatu alat yang digunakan seseorang untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat luas. Media massa juga merupakan media yang selalu
menjadi perhatian masyarakat. kehidupan masyarakat pada masa sekarang ini
hampir tidak pernah lepas dari media massa baik itu televisi, Koran, radio,
atau internet.
Keefektifan serta peranannya yang begitu hebat menjadikan media massa menjadi salah satu komponen penting bagi pembentukan kepribadian masyarakat.
Keefektifan serta peranannya yang begitu hebat menjadikan media massa menjadi salah satu komponen penting bagi pembentukan kepribadian masyarakat.
Pers pada masa penjajahan baik Jepang maupun Belanda, masih sedikit dan
diawasi dengan ketat oleh pihak penjajah itu sendiri. Pers pada masa demokrasi
liberal dan demokrasi terpimpin (orde lama) mulai menikmati kebebasan pers yang
lebih luas namun pers pada masa orde lama lebih cenderung digunakan sebagai
sarana untuk menyiarkan kebijakan pemerintah maupun partai oposisi. Pers pada masa orde baru mirip
pada masa orde lama, dan banyak terjadi pembredelan media cetak yang tidak
sesuai dengan ‘selera’ presiden pada masa
reformasi kegiatan jurnalisme telah dilindungi Undang-Undang Penyiaran dan Kode
etik pers, selain itu pers juga menjadi lebih terbuka dalam menyampaikan
pemberitaan karena tidak ada lagi ancaman pembredelan seperti dulu.
Perkembangan PERS Di Indonesia
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Istilah pers tidak asing terdengar di telinga kita
semua, berbicara tentang pers berarti akan menyangkut aktivitas jurnalistik.
Terkadang istilah pers, jurnalistik, dan komunikasi massa menjadi tercampur
baur dan saling tertukar pengertiannya. Apabila pers merupakan salah satu
bentuk komunikasi mass, maka jurnalistik merupakan kegiatan untuk mengisinya
.
Beberapa ahli politik berpendapat bahwa pers
merupakan kekuatan keempat dalam sebuah negara setelah legislatif, eksekutif,
dan yudikatif. Pendapaat tersebut sekiranya tidak berlebihan karena kenyataannya
pers dapat menciptakan/membentuk opini masyarakat luas, sehingga mampu
menggerakkan kekuatan yang sangat besar.
Dalam era demokratisasi ini, pers telah
merasakan kebebasan sehingga peranan dan fungsi pers dapat dirasakan dan
dinikmati masyarakat. Pada masa reformasi ini, kebebasan pers telah di buka
lebar-lebar. Pers mendapatkan kebebasan untuk melakukan kritik social terhadap
pemerintah. Pers bebas untuk bergerak dalam melakukan pemberitaan. Meskipun
bebas, tetapi pers tetap bertanggung jawab dalam pemberitaannya. Pemerintah pun
tetap melakukan control terhadap kebebasan pers dalam kehidupan sehari-hari.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimanakah fungsi dan peranan
pers ?
2.
Bagaimanakah perkembangan pers di
Indonesia ?
3.
Bagaimanakah maksud pers yang
bebas dan bertanggung jawab ?
C. TUJUAN
1.
Untuk mengetahui fungsi dan
peranan pers.
2.
Untuk mengetahui perkembangan pers
di Indonesia.
3.
Untuk mengetahui maksud pers yang
bebas dan bertanggung jawab.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian,
fungsi, peranan, dan perkembangan pers
dalam pertumbuhan Indonesia
Pada hakikatnya pers merupakan suatu lembaga
kemasyarakatan. Pers tidak dapat dipisahkan keterlibatannya dalam perkembangan
segala aspek kehidupan baik dalam bidang-bidang politik, ekonomi, dan social
budaya masyarakat dimana pers tumbuh dan berkembang.
a) Pengertian pers
Secara harfiah, pers berasal dari kata pers (
belanda ), atau press ( inggris ), atau presse ( prancis ) . dalam bahasa
latin, pers berasal dari pressare dari kata premere yang berarti tekan atau
cetak. Istilah pers sering diartikan sebagai surat kabar atau majalah.
Secara umum, pers berarti segala usaha dari
alat-alat komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan anggota masyarakat akan
hiburan, berita, dan informasi. Dalam buku “ sejarah dan perkembangan pers
Indonesia ” dinyatakan bahwa pers memiliki dua pengertian secara luas dan
secara sempit. Secara luas pers berarti semua media massa ( radio, televise, film, surat kabar,
majalah, dan lain-lain ), sedangkan secara sempit adalah surat kabar, majalah,
tabloid, atau buletin.
Dalam UU No.40 Tahun 1999 tentang pers,
pengertia pers adalah lembaga social dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik, meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi, baik dalam bentuk tulisan,
suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik ataupun dalam bentuk
lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis
saluran yang tersedia.
b) Fungsi pers
Secara umum fungsi pers dapat di perinci
sebagai berikut :
· Pemberi informasi
Masyarakat dapat membeli, berlangganan, atau
meminjam untuk mendapatkan informasi tentang beberapa hal.
· Pendidikan
Pers memuat tulisan yang mengandung pengetahuan
sehingga masyarakat bertambah pengetahuan dan wawasannya.
· Hiburan
Pemberitaan pers terkadang berisi artikel yang
bersifat hiburan, seperti berbentuk cerita pendek, cerita bergambar, teka-teki
silang, dan karikatur.
· kontrol social
Kontrol social sebagai sikap pers dalam melaksanakan fungsinyaterhadap
perseorangan atau kelompok dengan tujuan memperbaiki tulisan.
· Pembentuk opini public
Pers dikonsumsi masyarakat luas, maka pers akan
mampu menciptakan opini, pendapat, atau pandangan tentang sesuatu. Opini
bersifat subjektif karena pandangan atau penilaian seseorang dengan orang lain
selalu berbeda. Meskipum faktanya sama, namun ketika beropini, antara orang
satu dengan yang lain memperlihatkan adanya perbedaan.
· Pencipta wahana demokratisasi
Pemerintah dapat menyampaikan informasi atau
mensosialisasikan kebijakan-kebijakan yang diambil. Dengan hubungan
timbal-balik yang demikian ini, maka pers sangat berperan dalam mendidik dan
mengarahkan warga masyarakat untuk berdemokrasi dan menciptakan wahan
demokratisasi.
c) Peranan pers
Berdasarkan UU No. 40 1999, pers nasional
mempunyai peranan sebagai berikut :
· Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui dan
mendapatkan informasi.
· Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi,
mendorong terwujudnya supremasi hokum dan hak asasi manusia, serta menghormati
kebinekaan.
· Mengembangkan pendapat umum berdasarkan
inforamasi tapat, akurat, dan benar.
· Melakukan pengawasan, kritik koreksi, dan saran
terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum.
· Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
d) Perkembangan Pers di Indonesia
§ Pers
Indonesia pada masa Penjajahan Belanda
Pada tahun 1907,
golongan kaum ningrat (priyayi) memelopori terbitnya pers nasional, yakni
mingguan medan prijaji. Pemimpin redakturnya adalah R.M. Tirtoadisuryo. Sesuai
dengan namanya mulai tahun 1910, medan prijaji terbit sebagai harian.
Pertumbuhan pers
diawasi dengan ketat karena dikhawatirkan merugikan kebijakan politik
pemerintah penjajah. Pemerintah penjajah (Belanda) merasa ketentuan-ketentuan
pidana dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan artikel-artikel
tambahan KUHP, belum cukup memadai mengendalikan pers. Selanjutnya,diterbitkan
aturan Persbreidel Ordonantie, yaitu
aturan atau undang-undang tentang penghentian penerbitan pers. Aturan ini akan
diberlakukan terhadap surat kabar dan sejenisnya yang pemberitaannya dinilai
membahayakan pemerintahan penjajah.
§ Pers
Indonesia pada masa penjajahan jepang
Pers masa ini mengalami
kemunduran. Pers dipaksa untuk mendukung kepentingan jepang. Akhirnya, pers
hanya digunakan semata-mata sebagai alat pemerintah jepang. Hanya ada satu
surat kabar yang terbit (secara illegal), yaitu Berita Indonesia. Surat kabar ini penerbitnya di pelopori oleh Soeadi Tahsin (pelajar Kenkoku
Gakunkin).
Penyebarluasan Berita Indonesia ini bertujuan untuk
mengimbangi propoganda pemerintah penjajah Jepang yang disiarkan melalui Berita Goenseikanbu, surat kabar milik
pemerintah yang difungsikan untuk mendukung dan menyebarluaska kebijakan politi
pemerintah penjajah. Surat kabar ii intinya berisi propaganda-propaganda Jepang
agar rakyat Indonesia bersedia membantu jepang dalam perangnya melawan tentara
serikat.
§ Pers
Indonesia Revolusi mempertahankan Kemerdekaan
Pada masa revolusi
mempertahankan kemerdekaa Indonesia, konsentrasi perjuangan bangsa diarahkan
untuk mempertahankan kemerdekaan dan kedaulatan negara Republik Indonesia.
Setelah pengakuan
kedaulatan oleh pemerintah Hindiah Belanda, Indonesia memasuki era zaman
demokrasi liberal. Pers Indonesia kembali mengalami pertumbuhan dan mencari
coraknya masing-masing.
Pada masa pergolakan di
daerah-daerahada surat kabar yang dinilai pemberitaannya berpihak atau simpati
pada kaum pemberontak. Misalnya Koran Indonesia
Raya dinilai dekat dengan Kol.
Zulkifli Lubis, yang dipandang sebagai pemimpin pemberontakan si Sumatra.
Pendek kata, pers Indonesia pada masa itu benar-benar merasakan kebebasannya.
§ Pers
Indonesia pada masa Orde Lama
Pada masa Orde Lama,
dengan prinsip demokrasi terpimpin pemerintah menetapkan asas Manipol Usdek,
pers atau penerbitan yang tidak mencantumkan Manipol Usdek dalam Anggaran Dasar
dan Anggaran Rumah Tangganya dan tidak mendukung kebijaksanaan pemerintah akan
dilarang terbit atau di beredel. Pers pada masa itu harus tegas dan jelas
menyuarakan aspirasi politik tertentu.
§ Pers
Indonesia pada masa Orde Baru
Masa ini adalah masa
kepemimpinan presiden soeharto. Pada masa Orde Baru diterbitkan UU No. 11 Tahun
1966 tentang ketentuan-ketentuan pokok Pers, yang kemudian diubah dengan UU No.
4 Tahun 1967, dan selanjutnya diubah UU No. 21 1982, yang pada prinsipnya
mengikat dan mengendalikan kebebasan pers.
Dewan Pers pada sidang
Pleno XXV di Surakarta pada tanggal 7 -8 Desember 1984 menetapkan pers
pancasila yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk memperkuat status politik
pemerintah Orde Baru.
§ Pers
Indonesia pada masa Era Reformasi
Pada masa ini, pers
Indonesia memperoleh kebebasan. Akibatnya banyak bermunculan pers baru. Pada
masa ini dikeluarkan UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers.
Kenyataan sejarah
menunjukkan peranan pers dalam mendukung perjuangan bnagsa Indonesia untuk
tumbuh dan berkembang menjadi bangsa yang bersatu, merdeka, dan mengisi
kemerdekaan, membangun memajukan kehidupan bangsa dan negaranya.
B. Pers yang
Bebas dan Bertanggung Jawab sesuai Kode Etik Jurnalistik dalam Masyarakat
Demokratis di Indonesia
Pers yang bebas dan merdeka serta bertanggung
jawab merupakan konsep yang didambakan dalam pertumbuhan pers di Indonesia.
Dengan prinsip demikian akan lebih memperindah wajah pers Indonesia.
Bangsa Indonesia diumpamakan sebuah tubuh, maka
pers berperan sebagai jaringan pesan urat syaraf kemasyarakatan , kebangsaan,
atau kenegaraan yang mengalirkan pesan dari satu bagian ke bagian lainnya,
sehinggah masing-masing bagian dapat berfungsi secara sinergi seperti yang
dikehendaki.
a)
Kebebasan Pers
Kebebasan pers adalah
kebebasan mengemukakan pendapat, baik secara tulisan maupun lisan melalui media pers, seperti
surat kabar harian majalah, dan bulletin.
Sebagai perbandingan
mengenai kebebasan pers, berikut ini dipaparkan kehidupan pers dinegara-negara
dengan corak masyarakat dan ideologinya.
v Pers
liberal, adalah corak pers
yang hidup dan berkembang di negara-negara yang rakyatnya mengagung-agungkan
kebebasan individual atau berpaham liberalism.
v Pers
komunis, adalah corak
kehidupan pers di negara-negara sosialis yang berhaluan komunis.
v Pers
otoriter, adalah model
kehidupan pers di negara-negara yang pemerintahannya bersifat otoriter dengan
berlandaskan paham fasisme.
v Pers
pembangunan, istilah ini
dimunculkan oleh para jurnalis yang berasal dari negara-negara yang sedang berkembang,
dengan alas an negara itu sedang giat melaksanakan pembangunan (development).
Menurut R.H. Siregar (
Wakil Ketua Dewan Pers ) para wartawan dalam menjalankan tugas jurnalistiknya
perlu menegakkan tiga pilar utama kejurnalistikkan, yaitu sebagai berikut :
ü Pilar
utama kode Etik
Kode Etik jurnalistik merupakan pilar utama
pertama, yang berfungsi sebagai landasan moral, kaidah penuntun, dan pemberi
arah para wartawan dalam menjalankan tugasnya.
ü Pilar
utama Norma Hukum
Kode Etik dan Norma Hukum saling berkaitan erat
karena apa yang dilarang kode etik juga dilarang oleh hokum, begitupun
sebaliknya, namun keduanya mempunyai sisi pendekatan yang berbeda.
ü Pilar
utama profesionalisme
Profesionalisme yaitu keterampilan untuk
mengemas dan meramu berita sedemikian rupa sehingga pesan yang akan disampaikan
kepada public dapat diterima dan dimengerti dengan jelas.
b)
Pers yang Bebas dan Bertanggung
Jawab
Kebebasan pers
mempunyai arti penting dalam kegitan pers. Pers bebas menyampaikan informasi
kepada masyarakat. Oleh karena itu, pers memiliki kebebasan dalam pemberitaan.
Kebebasan pers yang
dianut pers nasional adalah kebebasan pers yang sesuai dengan pers pancasila.
Pers pancasila adalah pers yang bebas dan bertanggung jawab. Salah satu prinsip
utamasistem pers pancasila adalah pentingnya kebebasan dan tanggung jawab.
Dalam menghindarkan
dampak negarif dari kemerdekaan pers dan sebagai wujud tanggung jawab pers
telah ditetapkan UU No. 14 Tahun 1999 tentang pers, di dalamya memuat
ketentuan-ketentuan diantaranya, yaitu sebagai berikut :
o
Dalam pasal 2, dinyatakan
kemerdekaan pers berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi
hukum. ini berarti kebebasan pers harus memerhatikan penghormatan hak dan
kewajiban individu serta masyrakat dan menaati peraturan yang berlaku.
o
Pada pasal 5, dinyatakan tentang
kewajiban pers, yaitu sebagai berikut :
1.
Dalam memberitakan peristiwa dan
opini, harus menghormati norma-norma agama, nilai-nilai kesusilaan yang
dijunjung oleh masyarakat dan memperhatikan asas praduga tak bersalah.
2.
Pers berkewajiban melayani hak
jawab. Ini bila pemberitaan yang menyangkut pribadi seseorang atau lembaga
kurang akurat atau bahkan tidak benar sama sekali, sehinggah merugikan
pribadiatau lembaga tersebut. Hak jawab ini ditujukan kepada media yang
menyebabkan kerugian tadi.
3.
Pers berkewajiban melayani hak
tolak, merupakan hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan
nama dan atau identitas lainnya dari sumber berita yang harus dirahasiakan.
o
Peran pers yang dinyatakan pada
pasal 6 di dalam UU ini memuat beberapa ketentuan yang mengendalikan kebebasan
pers, diantaranya sebagai berikut :
1.
Menegakkan nilai dasar demokrasi,
mendorong terwujudnya supremasi hukum, dan HAM, serta menghormati kebhinekaan.
2.
Mengembangkan pendapat umum
berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
3.
Memperjuangkan keadilan dan
kebenaran.
o
Ketentuan tentang periklanan yang
dimuat pada pasal 13 di antaranya menentukan batasan-batasan sebagai berikut :
1.
Tidak boleh memuat iklan yang
merendahkan martabat suatu agama, mengganggu kerukunan hidup antarumat
beragama, dan bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.
2.
Tidak boleh mengiklankan minuman
keras, narkotika, psikotropika, dan zat aditif lainnya.
3.
Dilarang menayngkan/memperagakan
wujud rokok atau penggunaan rokok.
o
Pada bagian penjelasan UUini
menyatakan bahwa dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya,
pers menghormati hak asasi setiap orang karena itu dituntut pers yang
professional dan terbuka dikontrol oleh masyarakat.
c)
Kode Etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik
dimiliki oleh para insane jurnalistik dan insane pers. Kode etik jurnalistik
menjadi landasan moral atau etika bagi insane per untuk menjamin kebebasan pers
dan pedoman operasional dalam menegakkan integritas serta profesionalitas pers.
Di
dalam pernyataan Kode Etik Jurnalistik (yang ditetapkan PWI) memberikan
petunjuk-petunjuk, antara lain tentang hal-hal sebagai berikut :
1.
Kepribadian dan integritas
wartawan Indonesia
-
Percaya dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berjiwa pancasila dan taat kepada UUD 1945.
-
Dengan penuh rasa tanggung jawab
dan kebijaksanaan mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tuisan dan
gambar yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan
kesatuan bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan atau keyakinan suatu
golongan.
-
Tidak menyiarkan berita, tulisan
atau gambar yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah,
cabul,sadis dan sensasi yang berlebihan.
-
Tidak menerima imbalan untuk
menyiarkan berita atau tidak menyiarkan berita yang dapat merugikan seseorang
atau pihak tertentu.
2.
Cara pembeitaan yang dilakukan
wartawan Indonesia
-
Menyajikan berita secara
berimbang, adil, cermat, dan berkualitas.
-
Menghormati serta menjunjung
tinggi pribadi seseorang, tidak merugikan nama baik dan perasaan susila
seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.
-
Menghormati asas praduga tak
bersalah, prinsip adil, dan jujur.
-
Dalam pemberitaan kejahatan susila
tidak menyebut nama dan identitas korban. Selain itu, penyebutan
identitaspelaku kejahatan yang masih di bawah umur juga di larang.
-
Dalam penulisan judulharus
mencerminkan isi berita.
3.
Wartawan Indonesia dalam mencari
/memperoleh sumber berita
-
Dengan cara sopan dan terhormat.
-
Secepatnya mencabut atau meralat
setiap pemberitaan yang ternyata kurang akurat dan memberi hak jawab secara
proporsional.
-
Meneliti kebenaran sumber berita.
-
Tidak melakukan plagiat, tidak
mengutip berita, tulisan atau gambar tanpa menyebut sumbernya.
-
Menyebut sumber berita, kecuali
atas permintaan yang bersangkutan untuk tidak disebutkan nama atau
identitasnya.
-
Menghormati ketentuan embargo dan
tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita diminta untuk dirahasiakan .
Lima kendati yang benar-benar harus
diperhatikanoleh praktisi pers atau siapa saja yang kegiatannya berkaitan
dengan pers yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
v Aspek
Moral Individu
Aspek moral individu adalah individu seorang
wartawan atau individu praktisi humas. Artinya, apakah ia memiliki cukup moral
untuk menulis sesuatu atau praktisi humas dalam menyiarkan siaran pers.
v Kode
Etik Profesi
Dalam menjalankan profesinya insane pers harus
memegang teguh kode etik, sehinggah tidak kebablasan. Kode etik memang memang
tidak mempunyai sanksi dan yang berhak menyatakan apakah seorang wartawan
melanggar kode etik atau tidak adalh ososiasi profesi itu sendiri.
v Prnsip-prinsip
Ekonomi dan Bisnis
Media massa sekarang ini telah menjadi suatu
bidang usaha yang banyak diminati. Media massa yang tidak memuat sajian yang
berkualitas tidak akan diminati khalayak dan akibat lanjutnya para pengusaha
enggan memasang iklan dipenerbitan yang demikian.
v Norma
dan Tata Nilai Masyarakat
Masyarakat mempunyai tata nilai dan norma-norma
yang dipegang teguh dan dijunjung tinggi. Oleh karenanya, insan pers atau yang
membuat pernyataan pers harus memperhatikan hal ini.
v Undang-Undang
Hukum Pers
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP)
merupakan kendati yang terkhir bila batasan-batasan di atas di abaikan. Hukum
pidana tidak dapat diabaikan oleh praktisi pers karena berakibat dia berurusan
dengan aparat penegak hukum dan lebih jauh lagi bisa masuk penjara.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas
maka penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1.
Fungsi dan peranan pers yaitu
memberikan layanan terhadap hak masyarakat untuk mengetahui, menegakkan
nilai-nilai demokrasi dan mendorong terwujudnya demokratisasi, mendorong
tegaknya supremasi hukum,dan tegaknya jaminan HAM. Pers juga berperan
mengembangkan pendapat umum berdasar informasi yang tepat, akurat, dan benar.
2.
Perkembangan pers di Indonesia
terbagi atas enam periode yaitu pers Indonesia pada masa penjajahan belanda,
penjajahan jepang, masa revolusi mempertahankan kemerdekaan, masa Orde Lama, masa
Orde Baru, dan Masa Reformasi, dimana proses perkembangannya sangat beragam.
3.
Pers yang bebas dan bertanggung
jawab adalah Pers bebas untuk berkarya dan berekspresi, tetapi harus dapat
dipertanggungjawabkan. Dalam praktiknya bertanggung jawab diartikan sebagai
bertanggung jawab kepada pemerintah.
B.
SARAN
Saran penulis adalah
agar masyarakat dapat mengetahui tentang fungsi dan peranan pers dalam
menjalankan tugasnya, dan agar masyarakat juga mengetahui bahwa dalam kerja
pers juga diikat oleh Undang-undang dan tidak bekerja dengan semena-mena.
Masyarakat harus tahu bahwa pers memikul tanggung jawab atau beban yang sangat
berat.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang S, Sugiyarto.2007. pendidikan
kewarganegaraan SMA/MA kelas XII.
Surakarta. Grahadi.
Bambang Tri Purwanto,Sunardi. 2010. Membangun
wawasan kewarganegaraan 3. Jakarta. Platinum.
http://lpunrt.blogspot.com/2012/03/makalah-pers.html#axzz2ICUmjAsT
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق